Perjalanan Yang Sebenarnya

Perjalanan Yang Sebenarnya

Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata: “Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau penyebrang jalan. Ibnu Umar r.a berkata: “Ketika engkau di waktu sore janganlah kamu menunggu datangnya pagi dan ketika engkau di waktu pagi maka janganlah kamu menunggu datangnya sore. Pergunakanlah saat sehatmu sebelum sakitmu dan saat hidupmu sebelum matimu” (HR. Bukhori) (Hadits Arbain no. 40)

Beberapa tahun yang lalu akhirnya saya bisa pergi melakukan perjalanan spritual yang ditunggu dan tak disangka yaitu bisa melaksanakan panggilan Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk berhaji. Aku sangat senang di sana walaupun rasa lelah sangat dirasakan dalam prosesi haji tersebut. Meskipun di sana udara terasa dingin dengan sengatan matahari, namun aku tetap merasa senang menjalaninya. Bahkan hampir saja aku lupa kampung halaman Indonesia.

Ada satu perjalanan yang lebih sering membuat orang lupa akan kampung halamannya dibandingkan perjalanan haji, yaitu perjalanan kehidupan dunia. Sebagian besar manusia lupa akan kampung halaman sebenarnya sehingga persinggahan sementaranya lebih menarik perhatiannya. Alih-alih mengumpulkan bekal untuk kembali ke kampung halaman, malah terlena dengan apa yang ada di persinggahan.

Keindahan dunia memang begitu melenakan kita. Canda tawa dan senda gurau seringkali menghiasi persinggahan ini.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam kekasih tercinta mengingatkan kepada kita untuk tidak terlena dipersinggahan, dn mengingatkan bahwa kita hanya seorang musafir dan belum sampai pada tujuan kita sebenarnya. 

Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau penyeberang jalan” 

Begitulah sabda beliau, Habibullah. Perjalanan masih panjang, bekal masih kurang, jangan-jangan tak akan sampai tujuan. Berhati-hatilah dengan godaan keindahan persinggahan.

Jangan pernah lupa untuk mencari bekal kebaikan. Jangan pernah tunda setiap kesempatan yang diberikan. Jangan-jangan saat sudah habis kesempatan, ternyata tujuan tak mampu tercapai karena bekal yang kurang.

Waktu yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta'ala merupakan kesempatan kita untuk mencari bekal.

 وَ مَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَ  تَكْسِبُ غَدَا وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوْتُ  

”Tidak ada seorang manusiapun yang tahu apa yang akan diusahakannya esok hari dan tidak ada seorang pun yang tahu di bumi mana kelak ia akan mati “ (Surat Luqman:34) 

Ini adalah peringatan dari yang memiliki jiwa kita. Tidak ada sekali-kali manusia yang mengetahui apakah esok ia masih hidup. Dibalik rahasia kegaiban kematian ada hikmah mendalam yang perlu kita renungi, yaitu bekal apa yang telah kita persiapkan untuk menyongsong kampung akhirat tempat tujuan kita sebenarnya.

Jangan tunggu sore hari datang jika kita menjumpai pagi untuk kebaikan dan jangan tunggu pagi datang jika telah menjumpai sore. Jangan tunggu penyesalan yang berkepanjangan untuk mengingatkan kita. Sungguh tidak ada satupun manusia yang mampu kembali jika telah  melalui gerbang kematian.

Mari kita berhenti sejenak merenungi perjalan yang selama ini telah kita lewati. Masihkah kita berada dalam jalan yang benar menuju kampung akhirat ataukah kita telah tersesat ke rimba nestapa tanpa kesudahan…

Cukuplah kematian itu sebagai pengingat kita…

Oleh : Ustaz H. Fajar Ichsan