Mengambil Upah dari Wadi'ah

Mengambil Upah dari Wadi'ah


Oleh : Ustaz Anshari Taslim, Lc

Wadi’ah artinya titipan. Dalam terminologi fiqih wadi’ah disebutkan sebagai barang yang diserahkan kepada orang lain untuk dijaga. Wadi’ah kemudian dikenal sebagai salah satu akad yang memiliki hukum dan konsekuensi tersendiri.

Hukum wadi’ah sendiri asalnya adalah mubah, dan dalam keadaan tertentu bisa menjadi wajib, sunnah, makruh ataupun haram sesuai lingkup keadaan yang melatarbelakangi.

Akad wadi’ah pada dasarnya adalah akad tabarru’ (bakti sosial) bukan akad mu’awadhah (komersil) sehingga tidak mengandung konsekuensi komersial. Akan tetapi mayoritas ulama membolehkan pengambilan upah sewa oleh muwda’ (orang yang dititipi) kepada muwdi’ (orang yang menitipkan) dengan ketentuan tersendiri. Inilah pendapat mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’i. Sementara mazhab Hambali tidak membolehkan pengambilan upah dari jasa penitipan wadi’ah.

Hukum dasar itu artinya bila terjadi akad wadi’ah dan barang telah dititipkan atau diterima tanpa menyebutkan adanya biaya sewa penitipan dan lain-lain baik secara lisan maupun ‘urf maka muwda’ tidak berhak menuntut upah sewa setelahnya. Kalau mau menuntut upah sewa maka harus di awal akad dan disetujui oleh muwdi’. Sebagaimana tertulis dalam kitab Mursyidul Hairan[1] hal. 115, ayat 704:

ليس للمستودع أن يأخذ أجرة على حفظ الوديعة ما لم يشترط ذلك في العقد.

“Orang yang menerima titipan tidak boleh mengambil upah atas dasar penjagaan terhadap barang titipan bila dia tidak mensyaratkannya dalam akad.”

Artinya, kalau disyaratkan sejak awal akad maka boleh menetapkan tarif sewa jasa penitipan. Wallahu a’lam.

Materi untuk santri kelas lanjutan Pesantren Bina Insan Kamil.
Referensi: Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah jilid 43, hal. 12-13 entri kata WADI’AH.
___________________________________    
[1] Mursyid Al-Hairan adalah kitab fiqih madzhab Hanafi khusus membahas tentang mu’amalah disusun seperti layaknya Majalah Al-Ahkam Al-Adliyyah, berbentuk buku perundangan dengan pasal-pasal. Buku ini disusun oleh Al-Allamah Muhammad Qadiri Basya dan dijadikan rujukan di madrasah Al-Amiriyyah Mesir.