Adakah Nabi Muhammad menyalati Ibrahim putranya ?

Adakah Nabi Muhammad menyalati Ibrahim putranya ?

Salah satu alasan yang mengatakan bahwa salat jenazah anak kecil itu tidak wajib adalah riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah tidak menyalati putranya yaitu Ibrahim yang wafat ketika masih kecil. Tapi ada pula riwayat yang mengatakan bahwa beliau menyalatinya. Mana yang lebih kuat?

  • a. Riwayat menyalati

1. Riwayat Al-Bara` bin ‘Azib

Diriwayatkan dari Al-Bara` bin ‘Azib ra, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya,

حَدَّثَنَا أَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ، حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ جَابِرٍ، عَنْ عَامِرٍ، عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ابْنِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمَاتَ، وَهُوَ ابْنُ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا، وَقَالَ: " إِنَّ لَهُ فِي الْجَنَّةِ مَنْ تُتِمُّ رَضَاعَهُ وَهُوَ صِدِّيقٌ "

“Aswad bin ‘Amir menceritakan kepada kami, Isra`il menceritakan kepada kami, dari Jabir, dari ‘Amir, dari Al-Bara` bin ‘Azib yang berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyalati putranya Ibrahim yang meninggal dalam usia 16 bulan dan beliau bersabda, “Sesungguhnya di surga ada orang yang menyempurnakannya penyusuannya dan dia termasuk orang yang benar.” (Musnad Ahmad no. 18497).

Juga dikeluarkan oleh Ibnu Sa’d dalam Thabaqatnya dari jalur Israil, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra dari Al-Aswad bin ‘Amir selanjutnya sama dengan di atas. Sanad ini dhaif karena ada nama Jabir Al-Ju’fi [1].

Sementara banyak yang meriwayatkan dari Al-Bara` bin ‘Azib selain melalui Jabir dan Asy-Sya’bi tanpa menyebutkan adanya salat jenazah terhadap Ibrahim dan hanya menyebutkan bahwa dia punya ibu yang akan menyusuinya di surga. Itu menunjukkan bahwa riwayat Jabir ini adalah munkar, apalagi dalam riwayat Syu’bah, Jabir menyebutkan sama dengan perawi lain tanpa menyebutkan adanya salat jenazah. Ini semakin menunjukkan adanya idhthirab dari Jabir sendiri yang makin menguatkan bahwa dia ini lemah.

2. Riwayat Ibnu Abbas

Dikeluarkan oleh Ibnu Majah (no. 1511) dengan sanadnya melalui jalur Ibrahim bin Utsman, Al-Hakam bin Utaibah menceritakan kepada kami, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, “Ketika Ibrahim wafat maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyalatinya……”

Sanad ini dhaif karena Ibrahim bin Utsman yang lemah. Imam Ahmad mengatakannya dhaif, Yahya bin Ma’in mengatakannya, “Tidak tsiqah”, An-Nasa`iy mengatakannya matruk, Al-Bukhari mengatakannya, “Mereka tak berkomentar tentangnya”, At-Tirmidzi mengatakannya munkarul hadits, Abu Hatim mengatakannya matrukul hadits. Syu’bah pernah menuduhnya berdusta gara-gara dia mengatakan bahwa Al-Hakam bin Utaibah dari Ibnu Abi Laila yang pernah berkata bahwa veteran perang Badr yang ikut dalam perang Shiffin ada 70 orang.[2]

 Dengan ini riwayatnya gugur dan dianggap dhaif jiddan.

3. Riwayat Abu Sa’id Al-Khudri

Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabarani sebagaimana disebutkan oleh Al-Haitsami dalam Al-Ausath dengan sanadnya sampai kepada Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyalati putranya Ibrahim dan bertakbir empat kali untuknya.

Lalu al-Haitsami mengomentari, “Dalam sanadnya ada Abdurrahman bin Malik bin Mighwal yang matruk.”

Dia dianggap matruk oleh Ahmad dan Ad-Daraquthni, bahkan Abu Daud menganggapnya pendusta dan memalsukan hadits, sedangkan An-Nasa`iy mengatakannya, “Tidak tsiqah”.[3] Maka yang seperti ini kedudukannya adalah dhaif jiddan atau bahkan palsu, sehingga tidak bisa menguatkan riwayat lain tidak pula bisa dikuatkan.

4.Riwayat Anas bin Malik

Dikeluarkan oleh Abu Ya’la Al-Maushili dalam musnadnya, Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat Al-Kubra. 

Abu Ya’la meriwayatkan dengan sanad, Uqbah bin Mukram menceritakan kepada kami, Yunus bin Bukair menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ubaidullah Al-Fazari menceritakan kepada kami, dari ‘Atha`, dari Anas, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyalati putranya Ibrahim dengan bertakbir empat kali untuknya.”

Sanad ini sangat lemah karena ada Muhammad bin Ubaidullah Al-Fazari Al-Arzami yang dianggap matruk oleh Imam Ahmad dan Al-Fallas, sementara An-Nasa`iy menganggapnya tidak tsiqah.[4] Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib menyimpulkannya matruk.[5]

Kemudian dikuatkan oleh riwayat Ibnu Sa’d dengan sanad, Abdullah bin Numair Al-Hamdani mengabarkan kepada kami, dari ‘Atha` bin Ajlan, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertakbir untuk putranya Ibrahim sebanyak empat kali.[6]

Sanad ini juga lemah parah karena ada ‘Atha` bin Ajlan yang dianggap pendusta oleh Ibnu Ma’in dan Al-Fallas, sementara Al-Bukhari mengatakannya munkarul hadits, lalu Ad-Daraquthni dan An-Nasa`iy menganggapnya matruk.[7] Maka hadits dengan sanad seperti ini bisa dihukumi palsu.

Maka kedua riwayat ini tidak bisa saling menguatkan, dan juga tidak bisa menguatkan yang lain. Lagi pula riwayat yang shahih dari Anas adalah dia tidak tahu apakah ketika meninggalnya Ibrahim Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyalatinya atau tidak, sebagaimana dalam riwayat Ibnu Sa’d sendiri dengan sanad yang hasan dari Ismail As-Suddi yang bertanya kepada Anas, apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyalati putranya Ibrahim? Anas menjawab, “aku tidak tahu.”

 Juga dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya nomor 13985.

5. Riwayat ‘Atha` 

Disebutkan oleh Abu Daud dalam sunannya (no. 3188) bab As-Shalat ‘ala Ath-thifl, “Aku membacakan di hadapan Sa’id bin Ya’qub Ath-Thaliqani, Ibnu Al-Mubarak menceritakan kepada kalian, dari Ya’qub bin Al-Qa’qa’, dari ‘Atha` bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyalati jenazah putranya Ibrahim yang berusia 70 malam.”

Riwayat ini shahih sampai kepada ‘Atha` tapi mursal, dan mursal teranggap dhaif, apalagi bila menyelisihi hadits marfu’ yang lebih kuat, yaitu hadits Aisyah yang akan disebutkan nanti.

6.Riwayat Al-Bahi

Juga dikeluarkan oleh Abu Daud dalam sunannya (no. 3188), dengan sanadnya sampai kepada Al-Bahi yaitu Abdullah mawla Mush’ab bin Zubair, dia berkata, “Ketika Ibrahim putra Nabi shallallahu alaihi wa sallam meninggal, maka beliau menyalatinya di Al-Maqa’id (bangku-bangku dekat masjid Nabawi).”

Sama dengan riwayat ‘Atha`, inipun mursal karena Al-Bahi adalah tabi’i.

7. Riwayat Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali yang lebih dikenal dengan nama Al-Baqir

Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Sunannya, dan Ibnu Sa’d dalam Ath-thabaqat dengan sanad yang shahih, tapi mursal karena Al-Baqir termasuk generasi tabi’in yunior.

8. Riwayat Qatadah 

Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Sa’d 1/112, dengan sanad yang shahih sampai Qatadah tapi tetap mursal.

9. Riwayat Abdurrahman bin Sha’sha’ah

Disebut oleh Az-Zaila’i dalam Nashb Ar-Rayah, tapi saya belum menemukannya. Kalaupun shahih tetaplah mursal.

Kesemua riwayat yang mursal ini memang bisa saling menguatkan, tapi apakah bisa mengalahkan riwayat muttashil yang sanadnya hasan?

  • b. Riwayat Tidak Menyalati

1. Riwayat Aisyah rhadiallahu anha

Riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak menyalati jenazah putranya Ibrahim diperoleh dari Aisyah rhadiallahu anha, yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ahmad. Berikut riwayat Imam Ahmad:

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: " لَقَدْ تُوُفِّيَ إِبْرَاهِيمُ ابْنُ رَسُولِ اللهِ وَهُوَ ابْنُ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ شَهْرًا فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ

“Ya’qub menceritakan kepada kami, dia berkata, ayahku menceritakan kepadaku, dari Ibnu Ishaq, dia berkata, Abdullah bin Abi Bakr bin Muhammad menceritakan kepadaku, dari Amrah binti Abdurrahman, dari Aisyah yang berkata, “Ibrahim putera Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat dalam usia 18 bulan dan beliau tidak menyalatinya.” (HR. Ahmad, no. 26305).

Riwayat ini juga disebutkan oleh Ibnu Ishaq, hal. 270.

Akan tetapi Ibnu Al-Qayyim menukil bahwa Imam Ahmad dalam riwayat Hanbal menganggap riwayat ini munkar dan menjadikan Ibnu Ishaq sebagai biangnya.

Ibnu Ishaq sendiri hasanul hadits bila meriwayatkan dengan pendengaran langsung (sama’) dan di sini dia mendengar langsung dari syekhnya. Entah apa alasan Imam Ahmad (bila benar riwayatnya dari beliau) mengingkarinya dalam riwayat ini. Tapi memang, riwayat Hanbal untuk masa`il Imam Ahmad ini banyak yang gharib.

2. Riwayat Yazid bin Rukanah

Yazid bin Rukanah bin Abdu Yazid termasuk seorang sahabat Nabi[8], ayahnya yaitu Rukanah terkenal dengan kisahnya yang kalah gulat melawan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Ibnu Ishaq meriwayatkan dalam Sirahnya, 

حدثني محمد بن طلحة عن يزيد بن ركانة قال: مات ابراهيم بن رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو ابن ثمانية عشر شهراً، فلم يصل عليه.

“Muhammad bin Thalhah menceritakan kepadaku, dari Yazid bin Rukanah yang berkata, “Ibrahim putra Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat dalam usia 18 bulan dan beliau tidak menyalatinya.”

Muhammad bin Thalhah bin Yazid bin Rukanah, adalah cucu Yazid dan dia tsiqah, tapi saya tidak tahu apakah dia mendengar dari kakeknya atau tidak.

  • Kesimpulan:

Melihat perbandingan kedua riwayat di atas maka terlihat riwayat yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak menyalati putranya Ibrahim lebih kuat karena sanadnya hasan. Sedangkan yang mengatakan beliau menyalati semuanya dhaif parah, dan hanya dibantu oleh riwayat mursal.

Akan tetapi tidak salatnya Rasulullah untuk jenazah Ibrahim belum bisa disimpulkan bahwa jenazah Ibrahim tidak dishalati sama sekali, karena bisa jadi disalati orang lain. Ada beberapa dugaan (hipotesa) kenapa beliau tidak menyalati putranya ini (dengan asumsi riwayat Aisyah ini shahih) antara lain karena beliau lebih sibuk untuk melaksanakan shalat kusuf karena saat kematian Ibrahim berkebetulan dengan terjadinya gerhana matahari. Ada pula yang menduga beliau tidak menyalati karena seorang nabi tidak menyalati nabi, sebab beliau mengatakan kalau Ibrahim hidup maka dia akan menjadi nabi.

Apapun dugaan itu, belum menjadi dalil kuat bahwa anak kecil yang meninggal sebelum dewasa tidak wajib disalati, sehingga mengikuti pendapat mayoritas (kalau tak mau disebut ijmak) lebih selamat. Wallahu a’lam.

Oleh : Ustaz Anshari Taslim, Lc

********************************************************************
[1] Lihat biografinya dalam Mizan Al-I’tidal 1/379-384, banyak yang menganggapnya pendusta, dan dia salah seorang tokoh syiah yang meyakini adanya raj’ah.

[2] Lihat biografi dan penilaian ulama terhadapnya dalam Al-Mizan 1/47-48, Tahdzib Al-Kamal 2/148.

[3] Lihat Al-Mizan 2/584.

[4] Al-Mizan 3/635.

[5] At-Taqrib 2/73, no. 6877 tahqiq Ayman Arafah.

[6] Ath-Thabaqat Al-Kubra 1/112, terbitan Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.

[7] Al-Mizan 3/75.

[8] Lihat Al-Ishabah 6/514, Al-Isti’aab 4/1574.